Pendahuluan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan
ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola/mengarahkan perekonomian ke
kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan
moneter, perbedaannya terletak pada instrument kebijakannya. Jika dalam
kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredar maka dalam
kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.
Penerimaan pemerintah diasumsikan berasal dari pajak (tax) dan dinotasikan
dengan T, sedangkan notasi untuk pengeluaran pemerintah (government expenditure)
adalah G.
Definisi
Pajak
Secara hukum, pajak dapat didefinisikan sebagai iuran wajib
kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal (berdasarkan undang-undang),
sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hokum (misalnya denda atau kurungan
penjara) untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Pajak
dipungut untuk menjalankan roda pemerintahan.
Secara ekonomi, pajak dapat didefinisikan sebagai pemindahan
sumber daya yang ada di sector rumah tangga dan perusahaan (dunia usaha) ke
sector pemerintah melalui mekanisme pemungutan tanpa wajib memberi balas jasa
secara langsung. Jika pungutan pemerintah sifatnya member balas jasa secara
langsung, maka pungutan tersebut disebut retribusi.
Dari definisinya, pajak yang nilainya positif akan
menyebabkan pendapatan riil makin rendah atau harga barang makin mahal. Tetapi
jika nilainya negative (subsidi), pajak akan meningkatkan pendapatan riil atau
menyebabkan harga output atau input menjadi lebih murah.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
* Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani,
pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
* Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak
adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
* Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson
Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari
sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan
tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya
sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran
bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama,
berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan
penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut
Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang
menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah
penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan
uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari
pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan
undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus
sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum
dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgetair
Pajak
sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak
sebagai alat untu mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang social dan ekonomi
Syarat Pemungutan Pajak
1.
Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
2.
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
3.
Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
4.
Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
5.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
a. Teori Asuransi
Negara
melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena
itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi
karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut
b. Teori Kepentingan
Pembagian
beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan)
masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, makin
tinggi pajak ynag harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul
Beban
pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai
dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan 2 pendekatan yaitu:
·
Unsur objektif, dengan melihat
besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang
·
Unsur subjektif, dengan
memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
d. Teori Bakti
Dasar
keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya.
Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa
pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar
keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan rakyat.
Kedudukan Hukum Pajak
1.
Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2.
Hukum Publik, mengatur hubungan pemerintah dengan rakyatnya.
Hukum
ini dapat dirinci lagi sebagai berikut:
·
Hukum Tata Negara
·
Hukum Tata Usaha
·
Hukum Pidana
·
Hukum Pajak → pajak termasuk dalam
ruang lingkup hukum public
→
Lex specialis derogate lex generalis (peraturan khusus lebih diutamakan dari
pada peraturan umum), dan imperatif (tidak dapat ditunda)
Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
a. Hukum pajak meteriil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan,
perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang
dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besarnya pajak yang dikenakan (tariff),
segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum
antara pemerintah dan wajib pajak.
b. Hukum pajak formiil, memuat bentuk/tata cara untuk melaksanakan hukum pajak
materiil, antara lain:
o
Tata
cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan utang pajak
o
Hak-hak
fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai keadaan,
perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
o
Kewajiban
Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak wajib
pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Pengelompokan Pajak
1. Menurut Golongannya
a.
Pajak Langsung, yaitu yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh
: Pajak Penghasilan (PPh)
b.
Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh
: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Menurut Sifatnya
a.
Pajak Subjektif, yaitu pajak yang dalam pemungutannya pertama-tama
memperhatikan keadaan pribadi pembayarnya (Subjeknya). Status pembayar pajak
(bujangan, kawin, dan jumlah tanggungan) akan mempengaruhi besar kecilnya pajak
yang harus dibayar. Contoh : Pajak Penghasilan orang pribadi
b.
Pajak Objektif, yaitu pajak yang pemungutannya pertama-tama melihat objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh
: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
3. Menurut Lembaga Pemungutannya
a.
Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh
: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai
b.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak
Daerah terdiri atas:
Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan
Bermotor¶ dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor.
Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel,
Pajak¶ Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak
Penerangan Jalan.
Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada
dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1.
Ajaran Formil
Utang
pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran
ini diterapkan pada official assessment system.
2.
Ajaran Materiil
Utang
pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena
suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:
1.
Pembayaran
2.
Kompensasi
3.
Daluwarsa
4.
Pembebasan dan Penghapusan
Hambatan dan Pemungutan Pajak
1.
Perlawanan Pasif
Masyarakat
enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain
a.
Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b.
Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c.
Sistem kontrol tidak dapat dilakukan dengan baik.
2.
Perlawanan Aktif
Perlawanan
aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada
fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
a.
Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang
b.
Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-
undang
(menggelapkan pajak)
Tarif Pajak
a.
Tarif Sebanding/Proporsional
Tariff
berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak.
Contoh:
Pajak Pertambahan nilai yaitu 10% dari harga jual atau harga penggantian
b.
Tarif Tetap
Tariff
berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh:
Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal berapapun
adalah Rp.1000,-
c.
Tarif Degresif
Persentase
tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar
d.
Tarif Progresif
Persentase
tariff yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
Untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan
Pengenaan Pajak Tarif
Sampai
dengan Rp.50.000.000,- 5%
Diatas
Rp.5.000.000,- s/d Rp.250.000.000,- 15%
Diatas
Rp.250.000.000,- s/d
Rp.500.000.000,- 25%
Diatas
Rp.500.000.000,- 30%
Menurut Kenaikan persentase tarifnya, tariff progresif
dibagi:
a.
Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
b.
Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c.
Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecilprogresif degresif
: kenaikan persentase semakin kecil
Tata Cara Pemungutan Pajak
1.
Stetsel Pajak
a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan
pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sesungguhnya. Jadi pajak baru
dapat dipungut setelah akhir tahun pajak yaitu setelah diketahui penghasilan
yang sesungguhnya diperoleh.
b. Stelsel anggapan ( fictieve stelsel )
Pengenaan
pajak didasarkan pada suatu anggapan dan anggapan tersebut berdasarkan bunyi
undang-undangnya.
c. Stelsel campuran
Merupakan
kombinasi antara stelsel riel dengan stelsel fictieve. Pengenaan pajak
dilakukan pada awal dan akhir tahun . pada awal tahun didasarkan pada suatu
angggapan sedangkan pada awal tahun didasarkan pada kenyataan.
2.
Asas Pemungutan pajak
a . Asas Domisili ( asas tempat tinggal )
Menuruit
asas ini, negara dimana wajib pajak tinggal berhak mengenakan pajak terhadap
wajib pajak tersebut dari semua penghasilannya.
b. Asas Sumber
Menurut
asas ini, pengenaan pajak tergantung adanya sumber di suatu negara. Negara
dimana sumber penghasilan berada berhak mengenakan pajak dengan tidak mengingat
dimana wajib pajak tinggal atau berkedudukan.
c. Asas Kebangsaan
Asas
ini menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu negara.
System Pemungutan Pajak
Pada
dasarnya ada 4 macam system pemungutan pajak, yaitu :
a. Official Assessment System
Yaitu,
suatu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh seseorang berada pada pemungut pajak. Utang pajak baru
timbul kalau ada surat ketetapan pajak dari aparatur pajak.
b. Semi Self Assessment System
Yaitu
system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang berada pada dua pihak, yaitu wajib pajak dan pemungut pajak.
c. Full Self Assessment System
Yaitu,
suatu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh seseorang berada pada orang itu sendiri.
d. With Holding System
Yaitu,
suatu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk mementukan besarnya pajak
yang terutang berada pada pihak yang ketiga ( bukan oleh pemungut pajak dan
bukan oleh wajib pajak )
Pengklasifikasian Pajak
1.
Pajak Obyektif
Pajak
obyektif adalah pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib
pajak. Misalnya pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan kepada mereka yang
membeli barang dan jasa kena pajak.
2.
Pajak Subyektif
Pajak
Subyektif adalah pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak.
Indicator yang digunakan adalah pendapatan, bila pendapatan (lebih tepatnya
pendapatan kena pajak) makin besar maka beban pajak juga semakin besar. Tetapi
bila pendapatan seseorang masih di bawah pendapatan tidak kena pajak (PTKP),
orang tersebut tidak perlu membayar pajak pendapatan atau pajak penghasilan
(PPh).
3.
Pajak Langsung
Pajak
langsung adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat digeser kepada wajib
pajak yang lainnya (no tax incidence). Jadi pembayar pajak langsung adalah
pembayar pajak terakhir (last tax payer). Karena pajak langsung mempunyai
banyak kesamaan dengan pajak subyektif, umumnya pajak langsung adalah pajak
subyektif. Contoh pajak langsung di Indonesia adalah pajak penghasilan (PPh)
serta pajak bumi dan bangunan (PBB).
4.
Pajak Tidak Langsung
Pajak
tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada wajib
pajak yang lain (tax incidence). Contoh pajak tidak langsung di Indonesia
adalah pajak penjualan yang lebih dikenal dengan PPn dan PPnBM. Pajak ini
disebut pajak tidak langsung karena yang dikenakan pajak adalah produsen, maka
produsen dapat menggeser sebagian atau seluruh beban pajaknya kepada konsumen.
Atau sebaliknya bila yang dikenakan pajak adalah konsumen, maka konsumen dapat
menggeser sebagian atau seluruhnya beban pajaknya kepada produsen. Besar beban
pajak yang dapat digeser oleh konsumen atau produsen sangat ditentukan oleh
elastisitas permintaan dan penawaran.
baguus buangeeeett
BalasHapus#dipaksa
arfan jahat. hahaha bagus kok pin #kepaksabanget
BalasHapus