Selasa, 03 April 2012

Pajak - Apa itu Pajak ?




Pendahuluan              
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan moneter, perbedaannya terletak pada instrument kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredar maka dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.
            Penerimaan pemerintah diasumsikan berasal dari pajak (tax) dan dinotasikan dengan T, sedangkan notasi untuk pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah G.

Definisi Pajak
Secara hukum, pajak dapat didefinisikan sebagai iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal (berdasarkan undang-undang), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hokum (misalnya denda atau kurungan penjara) untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Pajak dipungut untuk menjalankan roda pemerintahan.
Secara ekonomi, pajak dapat didefinisikan sebagai pemindahan sumber daya yang ada di sector rumah tangga dan perusahaan (dunia usaha) ke sector pemerintah melalui mekanisme pemungutan tanpa wajib memberi balas jasa secara langsung. Jika pungutan pemerintah sifatnya member balas jasa secara langsung, maka pungutan tersebut disebut retribusi.
Dari definisinya, pajak yang nilainya positif akan menyebabkan pendapatan riil makin rendah atau harga barang makin mahal. Tetapi jika nilainya negative (subsidi), pajak akan meningkatkan pendapatan riil atau menyebabkan harga output atau input menjadi lebih murah.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
    * Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
  * Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
  * Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untu mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi

Syarat Pemungutan Pajak
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut
b. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, makin tinggi pajak ynag harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
·         Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang
·         Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan rakyat.

Kedudukan Hukum Pajak
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan pemerintah dengan rakyatnya.
Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut:
·                 Hukum Tata Negara
·                 Hukum Tata Usaha
·                 Hukum Pidana
·                 Hukum Pajak → pajak termasuk dalam ruang lingkup hukum public
→ Lex specialis derogate lex generalis (peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum), dan imperatif (tidak dapat ditunda)

Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
a. Hukum pajak meteriil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besarnya pajak yang dikenakan (tariff), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
b. Hukum pajak formiil, memuat bentuk/tata cara untuk melaksanakan hukum pajak materiil, antara lain:
o                  Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan utang pajak
o                  Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
o                  Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Pengelompokan Pajak
1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, yaitu yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2.  Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang dalam pemungutannya pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi pembayarnya (Subjeknya). Status pembayar pajak (bujangan, kawin, dan jumlah tanggungan) akan mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus dibayar. Contoh : Pajak Penghasilan orang pribadi
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pemungutannya pertama-tama melihat objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

3. Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
 Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
 Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Daluwarsa
4. Pembebasan dan Penghapusan

Hambatan dan Pemungutan Pajak
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-
undang (menggelapkan pajak)

Tarif Pajak
a. Tarif Sebanding/Proporsional
Tariff berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan nilai yaitu 10% dari harga jual atau harga penggantian
b. Tarif Tetap
Tariff berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal berapapun adalah Rp.1000,-
c. Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar
d. Tarif Progresif
Persentase tariff yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Pengenaan Pajak        Tarif
Sampai dengan Rp.50.000.000,-         5%
Diatas Rp.5.000.000,- s/d Rp.250.000.000,-  15%
Diatas Rp.250.000.000,- s/d Rp.500.000.000,-          25%
Diatas Rp.500.000.000,-         30%

Menurut Kenaikan persentase tarifnya, tariff progresif dibagi:
a. Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecilprogresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil

Tata Cara Pemungutan Pajak
1. Stetsel Pajak
a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sesungguhnya. Jadi pajak baru dapat dipungut setelah akhir tahun pajak yaitu setelah diketahui penghasilan yang sesungguhnya diperoleh.
b. Stelsel anggapan ( fictieve stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan dan anggapan tersebut berdasarkan bunyi undang-undangnya.
c. Stelsel campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel riel dengan stelsel fictieve. Pengenaan pajak dilakukan pada awal dan akhir tahun . pada awal tahun didasarkan pada suatu angggapan sedangkan pada awal tahun didasarkan pada kenyataan.
2. Asas Pemungutan pajak
a . Asas Domisili ( asas tempat tinggal )
Menuruit asas ini, negara dimana wajib pajak tinggal berhak mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari semua penghasilannya.
b. Asas Sumber
Menurut asas ini, pengenaan pajak tergantung adanya sumber di suatu negara. Negara dimana sumber penghasilan berada berhak mengenakan pajak dengan tidak mengingat dimana wajib pajak tinggal atau berkedudukan.

c. Asas Kebangsaan
Asas ini menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu negara.

 System Pemungutan Pajak
Pada dasarnya ada 4 macam system pemungutan pajak, yaitu :
a. Official Assessment System
Yaitu, suatu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pemungut pajak. Utang pajak baru timbul kalau ada surat ketetapan pajak dari aparatur pajak.
b. Semi Self Assessment System
Yaitu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada pada dua pihak, yaitu wajib pajak dan pemungut pajak.
c. Full Self Assessment System
Yaitu, suatu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada orang itu sendiri.
d. With Holding System
Yaitu, suatu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk mementukan besarnya pajak yang terutang berada pada pihak yang ketiga ( bukan oleh pemungut pajak dan bukan oleh wajib pajak )

Pengklasifikasian Pajak
1.        Pajak Obyektif
Pajak obyektif adalah pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak. Misalnya pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan kepada mereka yang membeli barang dan jasa kena pajak.

2.        Pajak Subyektif
Pajak Subyektif adalah pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Indicator yang digunakan adalah pendapatan, bila pendapatan (lebih tepatnya pendapatan kena pajak) makin besar maka beban pajak juga semakin besar. Tetapi bila pendapatan seseorang masih di bawah pendapatan tidak kena pajak (PTKP), orang tersebut tidak perlu membayar pajak pendapatan atau pajak penghasilan (PPh).

3.        Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat digeser kepada wajib pajak yang lainnya (no tax incidence). Jadi pembayar pajak langsung adalah pembayar pajak terakhir (last tax payer). Karena pajak langsung mempunyai banyak kesamaan dengan pajak subyektif, umumnya pajak langsung adalah pajak subyektif. Contoh pajak langsung di Indonesia adalah pajak penghasilan (PPh) serta pajak bumi dan bangunan (PBB).

4.        Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada wajib pajak yang lain (tax incidence). Contoh pajak tidak langsung di Indonesia adalah pajak penjualan yang lebih dikenal dengan PPn dan PPnBM. Pajak ini disebut pajak tidak langsung karena yang dikenakan pajak adalah produsen, maka produsen dapat menggeser sebagian atau seluruh beban pajaknya kepada konsumen. Atau sebaliknya bila yang dikenakan pajak adalah konsumen, maka konsumen dapat menggeser sebagian atau seluruhnya beban pajaknya kepada produsen. Besar beban pajak yang dapat digeser oleh konsumen atau produsen sangat ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran.

2 komentar: